Bismillah…
Sudah menjadi kebiasaan kalau hari kamis malam (atau malam Jumat),
banyak tersebar kicauan atau status di social media yang isinya berkisar
pada perkataan “Sunnah Rasul”. Begitu juga dalam pergaulan sehari-hari
di dunia nyata, istilah tersebut juga sering terdengar. Menurut mereka,
istilah “Sunnah Rasul” yang populer di malam Jum’at adalah penghalusan
dari hubungan suami istri atau ML. Coba lihat sejenak hasil penelusuran
super singkat malam ini, bagaimana ribuan kicauan serasa berlomba-lomba
menyebut istilah “Sunnah Rasul”.
Bagi mereka yang muslim dalam mengucapkan istilah itu bisa jadi karena
ingin menutupi sesuatu yang dianggap vulgar / tabu baginya bila
disampaikan dalam ruang publik. Tapi akibatnya fatal, karena telah
menyempitkan arti dari sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an menjadi
hanya sebuah aktifitas seks belaka.
Sedangkan bagi mereka yang berhati fasiq dijangkiti penyakit
islamophobia dalam mengucapkan istilah itu bisa jadi hanya ingin
mengolok-olok, karena baginya ajaran Islam identik dengan urusan sex
atau selangkangan. Sehingga tidak segan-segan menuduh dan melecehkan
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam yang katanya doyan kawin dan pedofilia. (Insya Allah, soal ini nanti akan saya bahas)
Dari mana asalnya muncul istilah “Sunnah Rasul” yang di-identikkan dengan aktivitas ML?
Semuanya berawal dari hadits ini:
“Barangsiapa melakukan hubungan suami istri di malam Jumat (kamis malam) maka pahalanya sama dengan membunuh 100 Yahudi.”
Dalam hadits yang lain ada disebutkan sama dengan membunuh 1000, ada juga yang menyebut 7000 Yahudi.
Sebenarnya bagaimana derajat hadits tersebut, apakah shahih, dhaif atau palsu?
Mari kita simak sejenak tayangan singkat “Hadits – Hadits Palsu” di RCTI berikut ini dengan nara sumber Prof.DR.KH. Ali Mustafa Yaqub, MA hafizhahullah.
Dalam video tersebut dijelaskan bahwa hadits di atas tidak akan
ditemukan dalam kitab manapun, baik kumpulan hadits dhaif apalagi
shahih. Kalimat tersebut tidak mempunyai sanad / bersambung ke sahabat,
apalagi ke Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam. Yang akhirnya
pada satu kesimpulan bahwa hadits “Sunnah Rasul” di atas adalah sama
sekali bukan hadits, itu hadits PALSU yang telah dikarang oleh orang
iseng, orang tidak jelas, dan tidak bertanggung-jawab yang
mengatasnamakan Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam.
Bahkan kita tidak akan menemukan satu-pun hadits Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam tentang berhubungan suami istri pada malam-malam tertentu, termasuk malam Jum’at.
Kemudian lanjutan penelusuran singkat malam ini di “timeline
pencarian”, pandangan mata saya tertarik pada sebuah kicauan yang
berbunyi:
Pertanyaan ini mungkin mewakili ke-awam-an dalam masyarakat kita.
Hukum pernikahan dalam Islam itu bisa Wajib, bisa Sunnah, bahkan bisa Haram, bisa Makruh, atau bisa Mubah; yang semuanya itu tergantung kondisi / latar belakang dalam pernikahan tersebut. (Insya Allah, akan saya bahas secara terpisah dalam jurnal berikutnya). Sedangkan dalam soal berhubungan badan (jima’), yang SALAH adalah pasangan suami istri tersebut meng-khusus-kan malam Juma’t untuk berhubungan badan dengan niat untuk mengamalkan hadits Palsu di atas dan “bersemangat membunuhi ribuan Yahudi” seperti dalam postingan yang menyesatkan di sini: [Kompasiana] Saatnya Membunuh Yahudi Malam Ini. Bagi yang punya akun Kompasiana, silakan menasehati pemilik jurnal tersebut.
Kalau mau berhubungan badan dengan pasangan sah-mu, jangan
meng-khusus-kan hari-hari, kemudian lebih baik itu diniatkan sebagai
ibadah sehingga diawali dan diakhiri dengan do’a. Berhubungan badan
dengan pasangan sah adalah merupakan ibadah seperti sabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Dalam kemaluanmu itu ada sedekah.” Sahabat lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kita mendapat pahala dengan menggauli istri kita?” Rasulullah menjawab, “Bukankah jika kalian menyalurkan nafsu di jalan yang haram akan berdosa? Maka begitu juga sebaliknya, bila disalurkan di jalan yang halal, kalian akan berpahala.” [HR. Bukhari, Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah].
Seperti yang pernah saya jelaskan di edisi pertama
dalam jurnal sebelumnya, di Indonesia sangat subur akan hadits-hadits
palsu dan dhaif (lemah) yang beredar dan bermaksud untuk menyesatkan dan
membodoh-bodohi umat. Oleh karena itu berhati-hatilah, kawan!
Mari STOP mengatakan “Sunnah Rasul” sebagai pengganti dari istilah berhubungan suami istri alias ML ! Karena itu dosa besar.
Bahkan meskipun itu ucapan dalam bentuk “kode”, karena itu sama dengan menyuburkan kedustaan. Dikatakan berdusta karena mengatakan sebuah hadits padahal Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengatakan apa-apa terhadap yang dikatakan itu.
“Kode” itu misalnya begini:
Papa: “Mah, ntar malam kita berburu dan membunuhi Yahudi yuk!”
Mama: “Maaf, pah, Yahudi nya sudah habis” *kode kalau si mama lagi datang bulan / pms*
Pasutri (pasangan suami istri) terpaksa menggunakan bahasa sandi
tersebut agar komunikasinya sulit dipahami anaknya di dalam rumah.
Bercanda seperti ini hanya akan menumbuh-suburkan kedustaan hadits
tersebut. Itupun akan dituntut di akherat kelak. Maka silakan cari kode
atau bahan candaan yang lebih bermutu.
Lantas, apa sih sebenarnya Sunnah Rasul itu?
Definisi yang benar tentang Sunnah Rasul dalam Islam mengacu kepada sikap, perilaku / tindakan, ucapan dan cara Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wa sallam
menjalani hidupnya. Sunnah merupakan sumber hukum kedua dalam Islam,
setelah Al-Quran. Narasi atau informasi yang disampaikan oleh para
sahabat tentang sikap, tindakan, ucapan dan cara Rasulullah disebut
sebagai hadits. Sedangkan Sunnah yang diperintahkan oleh Allah disebut
Sunnatullah.
Keseharian dan perilaku Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan gambaran kesempurnaan utuh seorang manusia. Akhlak Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wassalam merupakan kesempurnaan akhlak pada diri seseorang yang harus diikuti dan diteladani. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Sungguh telah ada pada diri Rasulullah suri tauladan yang baik bagimu.” [QS Al Ahzab: 21].
“Sungguh telah ada pada diri Rasulullah suri tauladan yang baik bagimu.” [QS Al Ahzab: 21].
Bagi seorang Muslim, mengikuti sunnah atau tidak bukanlah suatu
“kebebasan memilih”. Sebab mengamalkan ajaran Islam sesuai garis yang
telah ditentukan oleh Rasulullah adalah KEWAJIBAN yang harus ditaati,
sebagaimana difirmankan dalam Al-Qur’an:
“Dan apa yang Rasul berikan untukmu, maka terimalah ia, dan apa yang ia larang bagimu, maka juhilah.” [Q.S. Al-Hasyr: 7]
Sunnah merupakan kunci untuk memahami pesan-pesan Al-Qur’an dan
sebagai perangkat pengurai yang menunjuki dari dalil-dalil yang tersedia
di dalamnya. Al-Qur’an diturunkan hanya memuat prinsip-prinsip dasar
dan hukum Islam secara global sebagai aturan hidup, sedang sunnah
mengajarkan petunjuk pelaksanaannya; jadi sunnah sangat diperlukan jika
seseorang hendak mengamalkan secara benar ajaran Islam guna menjadi
seorang Muslim yang hakiki. Hal ini dinyatakan dalam Al-Qur’an:
“Siapa yang taat kepada Rasul, maka ia taat kepada Allah.” [Q.S. An-Nisaa': 80]
Apakah ada Sunnah Rasul yang ada keterkaitannya dengan aktivitas pada hari Jumat (atau malam Jum’at)?
Ada. Hadits di bawah ini shahih.
- Memperbanyak membaca shalawat. Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:“Perbanyaklah shalawat kepadaku pada pada hari Jum’at dan malam Jum’at. Barangsiapa yang bershalawat kepadaku satu kali niscaya Allah bershalawat kepadanya sepuluh kali.” (HR. Al Baihaqi)
- Membaca Al-Qur’an khususnya surat Al Kahfi. Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:“Barangsiapa membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum’at akan diberikan cahaya baginya diantara dua Jum’at.” (HR. Al Hakim)
- Memperbanyak do’a. Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:“Hari Jum’at itu dua belas jam. Tidak ada seorang muslim pun yang memohon sesuatu kepada Allah dalam waktu tersebut melainkan akan dikabulkan oleh Allah. Maka peganglah erat-erat (ingatlah bahwa) akhir dari waktu tersebut jatuh setelah ‘ashar.” (HR. Abu Dawud)
- Membaca surat As-Sajdah dan Al-Insan dalam Sholat Subuh.
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca pada shalat Shubuh
di hari Jum’at “Alam Tanzil …” (surat As Sajdah) pada raka’at pertama
dan “Hal ataa ‘alal insaani hiinum minad dahri lam yakun syai-am
madzkuro” (surat Al Insan) pada raka’at kedua.” (HR. Muslim)
Dan dianjurkan ketika di rakaat pertama sampai pada bacaan ayat ke 15, imam sujud diikuti oleh makmum. Setelah sujud, imam berdiri kembali membaca ayat selanjutanya sampai selesai. - Shalat Jum’at, Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:“Salat Jumat itu wajib atas tiap muslim dilaksanakan secara berjamaah terkecuali empat golongan yaitu hamba sahaya, perempuan, anak kecil dan orang sakit.” (HR.Abu Daud dan Al Hakim)
Jadi, kalau bicara Sunnah Rasul di hari Jumat dan malam Jum’at, ya
silakan kaitkan dengan LIMA aktivitas yang disebutkan di atas. Jangan
dikaitkan dengan nge-seks atau ML. Bagi pasutri, kalau mau ML bisa kapan
saja, tidak ada hari istimewa.
Mari menjaga, memelihara dan mengamalkan sunnah-sunnah Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam yang selama ini menjadi hukum syariat kedua setelah Al-Qur’an.
Salam hangat tetap semangat,
Sumber: iwanyuliyanto.wordpress.com
thanks bro,infonya sangat bermanfaat bagi saya
ReplyDeleteapalagi yang masih muda yang pikirannya masih awam tentang ilmu islam
ia sama2 bro,semoga anda nyaman di blog ku bro
ReplyDeletethanks y udah berkunjung